MENAPAK TILAS ALAS PARIGI
Karya: Slamet Priyadi
Sendiri saja
menilas alas parigi saat malam hari
Ketika semua
pergi tak ada lagi yang aku miliki
Meninggalkan
segala harapan, emosi dan ambisi
Dan, hanyalah
berbekal semangat kuatnya jiwani
Aku tilas jalan
setapak nan gelap yang di kanan kiri
Ditumbuhi semak
belukar dan pohon-pohon tinggi
Seperti tingginya
keangkuhan yang hiasi pigura hati
Yang masih
lekat kuat menghasut mengajak nurani
tetap bergayut
dalam kedumehan, kepongahan diri
Cahaya Dewi
Malam yang kuning keemasan itu
Menelusup ruang
dicelah-celah dedaunan hijau
Menerpa
tubuhku seperti berkata menghimbau
“Wahai
tuan, hati tuan masih berwarna kehitaman
Segala
kesombongan, kecongkakan dan keangkuhan
Masih
melekat kuat bersemayam di dalam hati tuan
Dan, tuan harus
berupaya keras lakukan perubahan
Agar hidup
tuan menjadi putih tak ada penyesalan
Agar hidup
tuan tetap mengacu pada pedoman Tuhan”
Terus berjalan
langkahkan kaki sambil merenung diri
Pikirkan kata-kata
bijak ajakan putih suci Sang Dewi
Dalam wujud
sekelebat bayang kuning harum wangi
Seperti
bau harumnya aroma kembang warna-warni
Dari tumbuhan bunga-bunga di tengah alas Parigi
Saat
semilir dingin angin sepoi-sepoi jelang pagi
Merayapi perut
malam yang kian sunyi sepi
Hantarkan kaki-kaki
yang melangkah gontai
Yang semakin
lemah lunglai terasa nyeri
Ketika
Sang Surya pagi menyapa tersenyum ramah
Aku tengadahkan
kepala ke langit berwarna merah
Berdoa, memohon
mengharapkan secuil hidayah
Dari Tuhan
Yang Maha kasih lagi Maha Pemurah
Lalu aku berpaling
arah untuk kembali ke rumah
Meskipun
tak beralas kaki terus tetap melangkah
Di guyur
hujan di jalan becek licin dan basah
Kakiku tersandung
batu sebongkah
Rasa
nyeri, pedih, perih kakiku berdarah
Meski pun
luka di kaki terasa semakin parah
Itu tak surutkan
aku untuk terus melangkah
Untuk satu
tujuan kebenaran dalam bertingkah polah
Jalan yang
diridhoi Tuhan Yang Satu, Allah, Allah, ALLAH
Bumi Pangarakan,
Bogor
Sabtu, 25 Oktober
2014 - 12:05 wib