Rabu, 31 Desember 2014

DUA BUAH PUISI KEJAWEN SLAMET PRIYADI

Slamet Priyadi

DI SAAT MALAM TAHUN BARU 2015
Karya: Slamet Priyadi

Saat sendiri mesu diri dalam kamar tak bercahaya
Aku coba ngeraga sukma melepas jiwa dari raga
Layang kembara ke seluruh negeri naik Rajawali
Tunggang kendarai Garuda Sakti di bumi pertiwi
Jadi pedoman acuan diri dalam memcari jati diri
Menjadikan sejatinya manusia, bersih jiwa sejati
Maka akupun terbang melayang ke angkasa raya
Melanglang gagah perkasa kitari bumi nusantara
Kepakkan sayap seluas jagad tatap bumi persada
Yang penuh segala gerak kehidupan para pekerja
Sambut meriah malam tahun baru di seluruh kota
Dari Sabang di Sumatra sampai Merauke di Papua

Aku menundukkan kepala tatapkan mata ke bawah
Lihat manusia di seluruh kota begitu melimpah ruah
Berbagai macam jenis hiburan tampil sangat  meriah
Para hidung belang asyik-asyuk di hotel-hotel mewah
Tidak peduli seberapa banyak habiskan banyak uang
yang penting gelora birahi tersalurkan dengan lapang
Saat kelompok musik beraksi di panggung pentas
Pencopet gerayangi saku penonton dengan bebas
Yang asyik menikmati musik cadas beraliran keras
Para polisi tampak sibuk mengatur jalan lalu lintas
yang begitu padat dengan beribu macam kendaraan
Berseliweran di antara manusia berdesak-desakkan

Pedagang terompet merayu pembeli jajakan dagangan
Mereka saling bersaing, harga trompet pun diturunkan
Karena sebentar lagi tepat jam dua belas tengah malam
Saat suara sirine,trompet,klakson kendaraan dibunyikan
Menyambut tahun yang baru dengan penuh pengharapan
Meski serasa perut malam seperti jalan merayap perlahan
Gempita malam tahun baru menggema di segala penjuru
Melupakan haru biru segala masalah yang membelenggu
Berbagai macam-raggam musibah yang datang menggebu
Musibah banjir, tanah longsor, gempa bumi, pesawat jatuh
Dari kasus-kasus korupsi yang sudah dan belum terungkap
Yang dilakukan para manusia-manusia bermuka rangkap

Mereka sangat pandai, berilmu dan berpendidikan tinggi
Tetapi kepandaiannya dipakai untuk menipu dan minteri
Cari siasat agar selamat dari kasus hukum yang menjerat
Dialah politikus, tikus-tikus yang bersifat tamak dan rakus
Dialah penegak hukum yang pandai malak mainkan hukum
Dialah para pejabat bejat, yang suka mengerat uang rakyat
Pandai merubah wajah, merubah diri, mahir berargumentasi
Sementara di desa terpencil masih banyak masyarakat kecil
Hidupnya melarat tak memiliki tanah, tak memiliki rumah
Apa lagi untuk menggarap sebidang kebun sepetak sawah
Bertahan hidup pun hanya dari garap hutan pohon bambu
Yang terletak berdekatan dengan pondoknya yang mungil
Berkarya membuat kerajinan bambu yang dijual di pasar
Jika malam hari tak ada cahaya penerang hanya pelita kecil
Yang sumber apinya dipetik diolah dari buah pohon jarak  
Oleh karena tiada sanggup lagi untuk membeli minyak

Yakh, begitulah faktanya sisi kehidupan di negeri ini
Negeri yang kaya, subur makmur, aman dan sentosa
Negeri yang indah bagaikan zamrud di khatulistiwa
Gemah ripah tongkat kayu dan batu bisa jadi tanaman
Namun perbedaan hidup masih pincang jauh dari nyata
Antara si miskin papa dan si kaya yang paling kuasa
Sementara rasa persatuan antar sesama tak jelas arahnya
Oyak-terkoyak oleh peristiwa-peristiwa perang antar warga
Perang antar suku, antar desa, bahkan perang antar agama
Belum lagi tawuran antar pelajar yang seperti menjadi tradisi
Dari tahun ke tahun masih terus saja berulang-ulang terjadi
Semoga di tahun dua ribu lima belas ini ada perubahan berarti
Di seluruh Nusantara, di Negara Kesatuan Republik Indonesia
S e m o g a !

Rabu, 01 Januari 2015 - 3:54 WIB
Slamet Priyadi di Bumi Pangarakan, Bogor



TERBANG KE GARIS BATAS USIA
Karya: Slamet Priyadi

Mereka pun semakin tinggi-tinggi terbang
Kedua sayap-sayap hitamnya terkembang
Nun jauh di angkasa biru melayang-layang
Menyambut tahun baru segera menjelang

Di saat-saat dalam suasana penuh riang
Tak diduga tak dinyana musibah itu datang
Sang takdir mainkan para wayang-wayang
Boneka wong-wong tak berusia panjang

Roh-roh kerontang nampak membayang
Terbang kembara ke hamparan selayang
Tumbal kecongkakan teknologi menjulang
Yang dipercaya ke depan jaya membentang

Setelah kejadian barulah kesadaran datang
Bahwa segala yang ada pastilah 'kan hilang
Kembali ke alam langgengan Hyang Karang
Sang Penguasa jagad penentu gelap  terang

Rabu, 31 Desember 2014 – 13:30 WIB
Slamet Priyadi di Pangarakan, Bogor

Selasa, 30 Desember 2014

HASRAT UNTUK BERUBAH

 
THE WILLINGNESS TO CHANGE
When I was Young And Free
And my imagination has no limit,
I dreamed of changing The World.
As I grew older and wiser,
I discovered The World would not change,
So  I  shortened May shights somewhat
And  decided do Change only My country
But it too seemed immovable
As I grew into my  twilight years
in  one  last desperate attempt
I settled for changing only my family
Those closest do Ma, but a las
They would have one of it
Ana ons as I Lay on May deathbed
I suddenly realize
If I had only Changed my self First
Then by  example I might have change my family,
 from their inspiration and encouragement,
I would then  have been able to better my country
And  who knows, I may  have even Change the world.
     (An Anglican Bishop, 1100 AD, as written in
The Crypts of Westminster Abbey)
HASRAT UNTUK BERUBAH
Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal
Aku bermimpi ingin mengubah dunia
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku
Kudapati bahwa dunia tidak kunjung berubah
Maka cita-cita itu pun agak kupersempit
Lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku
Namun tampaknya, hasrat itu pun tiada hasil
Ketika usiaku semakin senja
Dengan semangatku yang masih tersisa
Kuputuskan untuk mengubah keluargaku
Orang-orang yang paling dekat denganku
Tetapi malangnya, mereka pun tidak mau berubah
Dan kini, sementara aku berbaring, saat ajal menjelang
Tiba-tiba kusadari:
Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku
Dan dengan menjadikan diriku sebagai teladan
Mungkin aku dapat mengubah kekuargaku
Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka
Bisa jadi aku pun mampu mengubah negeriku
Kemudian siapa tahu
Aku bahkan dapat mengubah dunia
Dikutip dari buku  “Membangun Kembali Jati Diri Bangsa”
Oleh:  H. Soemarno Soedarsono, halaman 42-43
Penerbit PT Elex Media Komputindo 2008
Yayasan Jati Diri Bangsa
Rabu, 31 Desember 2014 - 5:22 WIB
Slamet Priyadi di Pangarakan, Bogor

Seiring waktu perubahan terus berjalan

Senin, 29 Desember 2014

SOMBONG ITU KOSONG MELOMPONG Karya: Slamet Priyadi

Slamet Priyadi: SOMBONG ITU KOSONG MELOMPONG
Slamet Priyadi

SOMBONG ITU KOSONG MELOMPONG
Karya: Slamet Priyadi

Sikap sampean begitu sombong macam jawara
Berkacak pinggang setinggi dada penuh bangga
Mata terbelalak mencotot macam sorot drakula
Bicara cablak, ngablak, ngakak pengangkan telinga
Mengaum panjang bagaikan layaknya seekor singa
Menciutkan, menggetarkan semua lawan bicara

Mengapa sikap sampean itu jadi begitu sombong
Mentang-mentang gunakan jimat batu combong
Hasil berguru satu tahun dengan abah Growong
Guru pencak silat jawara sakti dari Cigombong
Yang kesaktiannya terkenal di seantero kampong
 Mampu sembuhkan bermacam penyakit nglowong

Di mana saja berada sampean selalu berolok-olok
Berilmu kebal tak mempan dibacok dengan golok
Berilmu kebal tak mempan di dor dengan pelor
Sombong berilmu sakti, berbangga miliki pamor
Padahal sejatinya sampean berilmu hitam kotor
Yang buat  jiwa  sampean jadi bertambah bangor

Janganlah sok, ilmu kebal sampean hanya bebodor
Yang bisa sekejap punah hanya dengan daun kelor
Tapi sampean masih saja bersikap sombong takabur
Pencak-mencak, berkoar macam tak akan ke kubur
Merasa paling jago tak ada  yang bisa lebih nduwur
Jikalau ada pastilah akan digubyah uyah diawur-awur

Sebaiknya sampean itu hidup saling berbaur akur
Jangan lupakan kultur ramah, dan sopan bertutur
Jangan berprilaku sombong, congkak, dan ngawur  
Sejatinya kita semua adalah para kerabat sedulur
Yang harus tetap bersatu padu membangun kultur
Nilai-nilai budaya Pancasila itulah yang  atur mengatur
 Dan, kepada Tuhan  Yang Maha Esa-lah kita bersyukur

Pangarakan, Bogor
Senin, 29 Desember 2014 – 6:57 WIB

Selasa, 23 Desember 2014

“KISAH INSPIRATIF PENGGUGAH JIWA”


Denmas Priyadi
Denmas Priyadi
OJO DUMEH - Rabu, 24 Desember 2014  -  Seorang  anak muda  berkeinginan  pergi  berkelana untuk mencari obat dari penyakit yang dideritanya. Bertahun-tahun  ia mengupayakan kesembuhan penyakitnya itu, tetapi  seluruh  pengobatan di kotanya  berada tidak berhasil. Alasan itulah yang mendorongnya untuk pergi meninggalkan  kota kelahirannya; meninggalkan orang tuanya.
 
Sang ayah sangat paham dengan yang diderita anaknya. Sesungguhnya penyakit yang diderita anaknya bersumber dari gangguan syaraf akibat cemas. Akan tetapi, ia mengambil keputusan untuk membiarkan anaknya berkelana. “Langkah ini akan lebih menenteramkan jiwanya”, pikir sang Ayah.

Sudah berapa lama sang anak merantau. Kabar terakhir yang diterima sang ayah memberitakan bahwa anak lelakinya belum juga sembuh. Malam itu setelah melakukan salat tahajud, ia bergegas ke meja. Ditulisnya sepucuk surat untuk anak lelakinya.

Nak, kamu berada 1500 mil dari rumah, dan kamu tidak merasakan perubahan, bukan? Aku tahu tentang hal itu, Anakku. Sebab, kamu pergi sambil membawa serta satu-satunya penyebab dari kesulitan yang sedang menimpa dirimu, yaiyu: dirimu sendiri! Tak ada yang salah dalam tubuhmu. Bukan karena badanmu engkau menjadi sakit. Sesungguhnya ia ada dalam pikiranmu. Sebagaimana yang dipikirkan orang, itulah yang akan dirasakannya. Apabila engkau memahami sepenuhnya kata-kata ayahmu ini Anakku, pulanglah! Pulanglah! Isya Allah, engkau akan sembuh!

Mendapat surat dari ayahnya, sang anak menjadi marah. Ia menganggap bahwa ayahnya tidak sanggup memahami penderitaannya. Kemarahannya memuncak sehingga ia memutuskan untuk tidak kembali ke rumah orang tuanya. Tidak pernah sama sekali, tekadnya meledak berasama kemarahannya. 

Malam itu ia berada dalam puncak kegundahan. Sang anak terus menyusuri jalanan kota yang disinggahinya. Langkah-langkahnya terhenti ketika di depannya berdiri sebuah masjid yang dipenuhi jamaah. Di dalam masjid sedang berlangsung pengajian. Ia putuskan untuk masuk di dalamnya. Sayup-sayup ia mendengar seorang ustad memberikan taujih-nya. Entah, energi dari mana ia terus mendekat. Di telinganya kata-kata ustad itu terdengar jelas: 

Barangsiapa yang dapat menaklukkan dirinya sendiri, maka sesungguhnya ia lebih perkasa dari para pahlawan  yang  menaklukkan  kota!  Rasulullah pernah berwasiat kepada kita, “Orang-orang cerdik adalah  mereka  yang  dapat  mengendalikan diriinya,  sekaligus  beramal  untuk bekal sesudah mati.

Anak itu mulai berpikir,  “Ceramah  itu sama  persis  dengan  yang  ditulis  ayah. ”Tiba-tiba  terbersit  cahaya seakan   menerangi   jiwanya.  “Untuk   pertama  kalinnya  dalam  hidup,  aku  lebih  sanggup  melihat  diriku sesungguhnya.  Sesuatu  yang  paling dekat dengan diriku sendiri, dan lama aku abaikan dan tinggalkan.  
Dwi Budiyanto.2009. Prophetic Learning [Menjadi Cerdas dengan Jalan Kenabian hal. 32-33]  

Slamet Priyadi di Bumi Pagarakan, Bogor
Selasa, 23 Desember 2014 – 09:45 WIB