Denmas Priyadi |
Sang ayah sangat paham dengan yang
diderita anaknya. Sesungguhnya penyakit yang diderita anaknya bersumber dari
gangguan syaraf akibat cemas. Akan tetapi, ia mengambil keputusan untuk
membiarkan anaknya berkelana. “Langkah ini akan lebih menenteramkan jiwanya”,
pikir sang Ayah.
Sudah
berapa lama sang anak merantau. Kabar terakhir yang diterima sang ayah
memberitakan bahwa anak lelakinya belum juga sembuh. Malam itu setelah
melakukan salat tahajud, ia bergegas ke meja. Ditulisnya sepucuk surat untuk
anak lelakinya.
Nak,
kamu berada 1500 mil dari rumah, dan kamu tidak merasakan perubahan, bukan? Aku
tahu tentang hal itu, Anakku. Sebab, kamu pergi sambil membawa serta
satu-satunya penyebab dari kesulitan yang sedang menimpa dirimu, yaiyu: dirimu
sendiri! Tak ada yang salah dalam tubuhmu. Bukan karena badanmu engkau menjadi
sakit. Sesungguhnya ia ada dalam pikiranmu. Sebagaimana yang dipikirkan orang,
itulah yang akan dirasakannya. Apabila engkau memahami sepenuhnya kata-kata
ayahmu ini Anakku, pulanglah! Pulanglah! Isya Allah, engkau akan sembuh!
Mendapat
surat dari ayahnya, sang anak menjadi marah. Ia menganggap bahwa ayahnya tidak
sanggup memahami penderitaannya. Kemarahannya memuncak sehingga ia memutuskan
untuk tidak kembali ke rumah orang tuanya. Tidak pernah sama sekali, tekadnya
meledak berasama kemarahannya.
Malam
itu ia berada dalam puncak kegundahan. Sang anak terus menyusuri jalanan kota
yang disinggahinya. Langkah-langkahnya terhenti ketika di depannya berdiri
sebuah masjid yang dipenuhi jamaah. Di dalam masjid sedang berlangsung
pengajian. Ia putuskan untuk masuk di dalamnya. Sayup-sayup ia mendengar
seorang ustad memberikan taujih-nya.
Entah, energi dari mana ia terus mendekat. Di telinganya kata-kata ustad itu
terdengar jelas:
Anak itu mulai berpikir, “Ceramah itu sama persis dengan yang ditulis ayah. ”Tiba-tiba terbersit cahaya seakan menerangi jiwanya. “Untuk pertama kalinnya dalam hidup, aku lebih sanggup melihat diriku sesungguhnya. Sesuatu yang paling dekat dengan diriku sendiri, dan lama aku abaikan dan tinggalkan.
Dwi Budiyanto.2009. Prophetic Learning [Menjadi Cerdas dengan Jalan Kenabian hal. 32-33]
Slamet Priyadi di Bumi Pagarakan, Bogor
Selasa, 23 Desember 2014 – 09:45 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar