“PERISTIWA SEPULANG KERJA”
By Slamet Priyadi
Saat
pulang kerja pada hari Senin, tanggal dua bulan Febuari
Tepat
pada pukul lima tiga puluh lima sore jelang petang hari
persis
di muka rumahku Kp Pangarakan daerah Bogor Ciawi
Saat
Matahari Senja benamkan diri sembunyi di balik Pertiwi
Motor
ojek langganan yang biasa aku tumpangi pun berhenti
Kuambil
uang limaribuan dari saku baju kemeja seragam biru
Lalu kuberikan pada ojek langganan yang tersipu
malu-malu
Akupun
masuklah ke dalam rumah duduk di bangku
bambu
Sambil
reguk seteguk kopi hangat yang baru dibuatkan istriku
Aku
lepas segala lelah segarkan kepenatan yang mengganggu
Baru
sepuluh menit nikmati kopi hangat, aku dengar dan lihat
Di
depan rumah orang-orang pada berteriak pating mencelat,
“Aya
oray tanah, aya oray kobra, hayu paehan, hayu paehan!”
Aku
segera lari lompat ke luar rumah turut ikutan melihat-lihat
Hand
phoneku yang ada di lopa ikat pinggang aku pegang kuat
Dalam
selokan yang berair keruh ular hitam kencang
menjalar
Terus
dikejar dipukuli, dipentungi, digetoki dengan kayu galar
Ular
kobra tanah besar tak berdaya sakit menggelepar-gelepar
Menoba
bersembunyi di balik batu besar tubuhnya melingkar
Tetapi
akhirnya ular itu terkapar kepalanya pecah kemepyar
Kamis, 05 Februari 2015-21:21 WIB
Slamet Priyadi
Di Kp. Pangarakan, Bogor
ORANG GILA MISTERIUS
Karya:
Slamet Priyadi
Orang tua gila
itu bertubuh kurus dan kumal
Berambut gimbal
panjang dan menggumpal
Berwajah muram, lusuh, kotor, dan berdaki
Gering
berbaring di emperan toko yang sepi
Depan SPN Lido
jalan raya Ciawi-Sukabumi
Sejak jam tiga pagi
hingga sampai sore hari
Orang tua gila
itu tak jua mau beranjak pergi
Tak ada
seorangpun yang peduli dan empati
Pada nasib
orang tua gila itu yang barang kali
Haus dan lapar
sebab belum makan dari pagi
Sementara itu, di
jalan raya Ciawi-Sukabumi
Ratusan kendaraan
kampanye Pemilu legislasi
Membuat kemacetan
semakin menjadi - jadi
Di tengah
berjubelnya kendaraan aku menepi
Menghampiri orang
tua gila itu lalu kusalami
Aku menyapanya
namun dia diam membisu
Hanya matanya
nanar mendelik menatapku
Seperti marah
sebab merasa diusik diganggu
Beberapa saat
kemudian ia duduk berpangku
Tangan bertopang
dagu matanya menatapku
Tak peduli kemacetan suara bising kendaraan
Meski hati
berdebar rasa bergidik gemetaran
Aku coba duduk
di sisinya menyapa perlahan:
Bapak, sedari
pagi di sini, apa sudah makan?
Dia cuma
bisa gelengkan kepalanya perlahan
Ku ambil
bungkus nasi rames dari dalam tasku
Aku tawarkan
kepadanya, dia tetap membisu:
“Pak, ini ada
nasi rames, silahkan dimakan, pak!”
Orang gila itu tetap
geleng-gelengkan kepalanya
Kali ini dia
menjawab dengan suara terbata-bata
Nak,
terimakasih atas perhatiannya pada bapak
terus terang
bapak sudah tak butuh makan, nak!
Mendengar jawabannya, aku benar-benar heran:
Oya,kalau
begitu ini ada sedikit uang untuk bapak,
Mungkin ini akan lebih berguna untuk bapak
kelak?
Aku ambil
selembar uang limapuluhribuan dari dompetku
Aku sodorkan ke tangan kanannya yang kurasakan
hanya
Bagai sentuh
tulang, tak ada kulit yang membungkusnya
Tapi lagi-lagi
aku heran tak habis pikir dan bertanya-tanya?
Orang tua
itu menolak uang pemberianku seraya berkata:
Nak, sekali
lagi terimakasih! Bapak sudah tak butuh apa-apa
Berikan uang
itu untuk keluarga dan itu akan lebih berguna
dan bapak doakan semoga kelak anak sekeluarga
diberikan
rizqi yang
banyak dari Tuhan
Yang Maha Kuasa!
Jika demikian,
saya mohon maaf,
pak! mungkin
sikap saya
tadi kurang sopan dan telah membuat
bapak tersinggung, rumah saya di dekat sini pak
saya kembali
dulu.”
Setelah berkata
demikian aku pun segera berlalu
Tapi baru tiga
langkah aku berjalan dari tempat itu
salah seorang
yang melihatku bertanya kepadaku:
Maaf, pak!
tadi bapak seperti bicara
sendirian
Dengan siapakah
tadi bapak ngobrol bicara?
Pertanyaan itu, membuatku
jadi terheran-heran
Aku menengok ke
belakang ke arah tempat bicara
menyapa dan
bicara ngobrol dengan orang tua gila
dan, sungguh
di sana memang
tak ada siapa-siapa
Aku tak habis
pikir, terheran-heran, dan bertanya-tanya
Sebenarnya siapakah dia, dan kemanakah orang tua gila
yang hilang
lenyap begitu saja dan pergi entah ke mana?
Dan orang
yang bertanya kepadaku
geleng-geleng kepala
Hening sejenak,
barulah aku sadar,
temukan jawabannya
Sepertinya
hanya aku sendiri saja yang melihat orang gila itu
Hi hi
hi hi, aku jadi tertawa sendiri merasa geli dalam
hati
Menyadari kalau
aku sendiri yang menjadi orang gilanya
Sebab duduk
sendiri dan bicara sendiri di
emperan toko
Di tempat
keramaian di depan
sekolah kepolisian Lido
Itulah
peristiwa unik pengalaman misteri yang aku alami
Dengan
orang gila misterius yang masih penuh
misteri
Yang ada
di emperan toko
Indomaret SPN Lido
Jalan raya
Ciawi-Sukabumi
Bumi Pangarakan, Bogor
Kamis, 19 Februari 2015 – 3:24 WIB
SEMERAWUT DALAM
KEMELUT
Karya Slamet
Priyadi
Awan-awan mendung layang berarak di puncak gunung
Bersayap bulu-bulu hitam kelabu tanda alam berkabung
Derai linang air mata terus saja menetes tak bisa
diurung
Sebab orang-orang kecil masih keras menjerit meraung
Dimangsa buasnya hukum rimba terbelenggu terkurung
Dalam neraka kemelaratan yang terasa semakin kadung
Sementara
hutan-hutan di bukitpun semakin kerontang
Dibalak oleh pemangsa galak ditebang pemangsa garang
Yang tak henti-henti
menyerbu serang malah bersarang
Di balik gerumbul gumuk hutan rimbunnya dedaun uang
Bergelimang kemewahan bersuka ria bersenang-senang
Berenang di kolam air matanya orang-orang yang malang
Semerawut kemelut bursa kepemimpinan diayak-goyang
Mengusut-usut benang kusut kesalahan lampau diterawang
Saling dalih-berdalih kebenaran adalah taktik untuk
menang
Mengatur
strategi tarik-ulur laksana
bermain layang-layang
Tiada pikir itu membuat masyarakat dalam suasana gamang
Tertutupkan selimut politik warna putih hitam suram
garang
Dalam semerawutnya kemelut yang masih berekor panjang
Masih adakah harapan munculnya cahaya kemintang terang
Yang bisa sinari gelapnya nasib rakyat kecil bernasib malang
Yang melangkah lemahsebab dua kakinya tak lagi
bertulang
Yang cuma mampu bergerak ngesot ronta melalang melang
Menanti tulung-pitulung dari para pembijak para
penopang
Kamis, 19 Februari 2015 – 19:35 WIB
Slamet Priyadi
Di Kp. Pangarakan, Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar