Minggu, 08 Juni 2014

HUJRAH NABI By C. Israr



Ojo Dumeh - Sabtu, 08 Juni 2014 - 15:38 wib
Hujrah Nabi dahulu

Hujrah Nabi sekarang


Hujrah Nabi itu ialah sebuah bilik di rumah Sitti Aisyah, istri Nabi Muhammad s.a.w.  Dalam ruang hujrah itulah Nabi menghembuskan nafasnya yang penghabisan.  Beliau wafat pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun 13 H.  Ketika itu timbul perbedaan pendapat dari para sahabat, dimanakah seharusnya jenazah Nabi itu dimakamkan.  Akhirnya diperoleh kata sepakat antara para sahabat dan Ummahatul Mukminin (istri-istri Nabi).  Jenazah Nabi akan dimakamkan dalam ruang hujrah itu juga, tempat tidur Nabi sewaktu sakit. Dua tahun tiga bulan kemudian, Abu Bakarpun meninggal dunia, jenazahnya dimakamkan di dalam hujrah itu pula, berdampingan dengan makam Nabi. 

Ketika Umar bin Khatab ditikam oleh khadam bernama Abu Lu’luah, beliau mengetahui bahwa ajalnya sudah dekat, lalu ia mengirim seorang utusan kepada Sitti Aisyah memohon agar jenazahnya dimakamkan pula dalam hujrah Nabi.  Sitti Aisyah pun mengizinkannya.

Menurut riwayat, letak posisi kepala Nabi diarahkan ke barat, kepala Abu Bakar sejajar dengan bahu Nabi dan kepala Umar sejajar pula dengan bahu Abu Bakar.  Demmikianlah susunannya menurut keterangan yang diterima dari As-Samhudy.  Susunan Makam pada Hujrah Nabi:

RASULULLAH.
ABU BAKAR.
UMAR.

Pada setiap masing-masing makam hanya diberi tanda batu.  Keadaan hujrah Nabi itu masih tetap dalam keadaan semula, tidak dirubah-rubah, tidak diberi kubbah dan sebagainya, hanya di sekelilingnya  dibatasi dengan dinding.

Pada masa pemerintahanDinasti Umaiyah, Umar bin Abdul  Azis, wali kota Medinah mendapat perintah dari khalifah Walid bin Abdul Malik, agar hujrah Nabi itu dimasukkan ke dalam lingkungan mesjid dan supaya dipelihara dengan sebaik-baiknya dan sebagus-bagusnya.  Dinding hujrah Nabi itupun dibongkar, tetapi saat dibongkar ada salah satu makam terbuka sampai nampak tulang betis dan lutut yang ada di dalamnya. Mendengar kabar ini, Umar bin Abdul Azis gemetar ketakutan, seluruh persendian tulangnya terasa lemas.  Ia takut kalau yang terbongkar itu adalah makam dari Rasulullah sendiri.  Setelah diselidiki ternyata makam yang terbongkar itu adalah makam Umar bin Khatab. Lalu makam itu ditutup kembali diperbaiki dengan sebaik-baiknya.

Hujrah Nabi yang teramat sederhana itu dibongkar dan diganti dengan hujrah baru yang amat indah dan teramat mewah, sehingga khalifah Walid bin Abdul Malik terkesima dan takjub memandangnya.  Saqaf hujrah itu dilapisi dengan emas dan memakan biaya 40.000 dinar emas.  Tetapi  kebanyakan para Ulama Islam pada waktu itu tidak menyetujuinya.  Mereka tidak merasa bangga melihat kemewahan hujrah Nabi itu.  Bagaimana mereka akan dapat menyetujuinya.  Kenapa mereka akan merasa bangga.  Bukankah semenjak dahulu, para sahabat dan tabi’in,  sampai-sampai pada awal berdirinya kerajaan Bani Umaiyah, kaum muslimin dapat menziarahi kubur Nabi yang mulia itu dengan perasaan yang suci dan ikhlas penuh kecintaan.  Ingatan mereka terus terang tidak terbatas, seakan-akan mereka berhadapan dengan jiwa besar Muhammad s.a.w. Nabi yang dicintainya, yang terbayang dalam kesederhanaan hujrahnya itu.

Yakh, pada kenyataannya hujrah yang baru didirikan itu dengan segala keindahan dan kemewahannya, terlalu berlebih-lebihan menurut pandangan mereka dan bukanlah demikian yang dikehendaki oleh Allah dan Rasulnya.  Dengan sendirinya keindahan lahiriah itu akan memberi pengaruh yang besar kepada siapa saja yang datang berziarah ke sana, sehingga pemusatan rasa cinta kepada Nabi akan terganggu dan dibelokkan oleh keindahan lahir itu.

Kesan yang didapat oleh orang yang berziarah ke hujrah Nabi pada masa sebelumnya, jauh berbeda dengan kesan yang didapat oleh orang yang berziarah ke sana sesudah hujrah Nabi itu dipermewah.  Karena bagi peziarah hujrah Nabi yang masih asli sebelum dipermewah akan mendapat kesan yang lebih mendalam, karena apa yang dihadapi mereka itu adalah gambaran nyata dari tempat kehidupan Rasulullah s.a.w.  Tentunya akan terbayang dibenak mereka perjuangan Nabi, sakit senang dalam menghadapi segala tantangan, cobaan yang dihadapinya dalam menegakkan kalimah suci.  Sekarang, hujrah Nabi yang asli yang penuh dengan segala peristiwa dan riwayat, sudah tak ada lagi. Berganti dengan hujrah yang begitu mewah berlapiskan emas murni yang bertahtakan batu permata yang tak ternilai harganya.

Bagaimana mungkin bagi orang yang berdiri di tengah segala kemewahan ini, akan bisa mengheningkan cipta mengenagng segala perjuangan Nabi yang sesungguhnya.   Padahal hujrah Nabi yang sesungguhnya bukan seperti hujrah Nabi yang dihadapannya sekarang.  Hujrah Nabi yang sebenarnya hanya terbuat dari batu bata bersusun yang diplester dengan tanah lit.  Saqafnya hanya dari pelepah korma, bukan dari emas seperti sekarang.  Hujrah Nabi teramat sederhana, tidak memiliki perhiasan apa-apa, jauh dari segala macam kemewahan.  Dalam hujrah Nabi yang sederhana itulah Nabi mengatur rumah tangganya, menyusun ummatnya sampai akhir hayatnya.

Referensi:
C. Israr. Sejarah Kesenian Islam 1. Bulan Bintang. Jakarta 1978.

Posted:
Slamet Priyadi - Pangarakan, Bogor
  

Dimanakah Hujrah Nabi Itu Sekarang?

Di manakah hujrah tempat Nabi
Hidup dengan segala kesederhanaan diri?
Di manakah hujrah tempat Nabi
Sering menerima wahyu dari Ilahi Rabbi?
Di manakah gerangan tempat Nabi?
Berfikir dan selalu merenung diri
Mengatur siasat dan muslihat
Untuk kebahagiaan umat
Dari dunia hingga sampat akhirat

Di manakah gerangan pintu hujrahnya?
Yang senantiasa terbuka bagi fakir miskin papa
Di manakah tempat Nabi makan bersama khadamnya?
Di manakah gerangan tempat Nabi?
Menambal gamis dan terompanya yang robek terkikis
Di manakah gerangan lapik Nabi?
Tempat tidur bebaring saat susah,senang dan sakit
Di manakah dapur Nabi yang pernah tak berasap?

Di manakah jenazah Nabi dibaringkan?
Saat kaum muslimin tua, muda, laki dan perempuan
Baris berjejer ucapkan selamat perpisahan
Dengan air mata yang bercucuran
Di mana...? Di mana...? dan di mana...?

Sekarang tempat bersejarah itu sudah lenyap
Hujrahnya yang asli sudah tak ada lagi   
Dan tak mungkin lagi bisa dijumpai
Berganti dengan hujrah yang penuh kemewahan
Yang berhias emas, bertahtakan mutu manikam
Tak ada lagi wajah kesederhanaan
Seperti yang diajarkan Muhammad Nabi akhir zaman
Dalam doanya beliau memohon kepada Tuhan
“Ya, Allah! Janganlah jadikan kuburku
Sebagai berhala yang disembah orang.”

Sungguhlah besar artinya
Sungguhlah mendalam maknanya
Andaikan semua itu masih ada
Dipelihara seperti semula
Dapat dilihat dan dikenang sepanjang masa
Oleh setiap umat Islam yang menziarahinya


Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 08 Jun. 2014 – 14:56 wib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar